Kamis, 30 September 2010

Gigi Susu




“Mama kenapa gigi ku sakit, mungkin mau putus.. “
“ahh coba, tidak apa nak, memang begitu, sini mama bantu untuk memutus kannya”, ujar mama mencoba menenangkan hati ku yang gelisah pada ku.
“Tidak ahh nanti gak bisa tumbuh lagi..”

Aku berfikir sejenak mungkin peri gigi sedang membutuh kan 1 gigi ku untuk memberikan nya kepada anak – anak lain yang belum punya gigi, atau mungkin juga gigi ku merasa isi mulut ku sudah busuk karena sudah bosan tidak kurawat dengan baik, karena selama ini aku hanya memberikan nya nasi kotor yang ada di piring, di meja makan. Mungkin dia bosan, tidak pernah di beri sayur, karena memang mama tidak mampu membeli nya, atau marah padaku karena tidak pernah di beri nya susu selama ini?, mungkin saja. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi di dunia ini.

“Mah, aku mau minum susu, sudah lama sekali aku tidak minum susu, papa kok gak pernah beliin susu ya?, tanya ku lugu pada mama. “mah, kemarin aku lihat anak – anak sekolah minum susu, aku pikir susu bisa buat tubuh ku besar dan gigi ku menjadi tidak mudah putus..” , sambung aku bercerita kepadanya.
Mama tidak menjawab, dia hanya diam dengan muka murung.
Aku pun beranjak keluar dari pintu rumah ku yang rongsok, yang di buka menimbuk suara kreak kreok nyiittt... dan ya pokoknya sudah rongsok, ya maklum pintu rumah nya hanya dari seng bekas. Lalu aku pergi ke lapangan kosong yang tandus di dekat rumah ku, di sana aku bisa meluapkan segala emosi ku, berteriak misal nya untuk bisa menerima nasib ku, dengan lebih arif.

“ini tidak adil!, anak – anak lain bisa makan nasi yang nanak dari mesin siap saji,... aku tidak. Anak lain bisa naik sepeda, dan bernyanyi sepanjang jalan, aku hanya bisa main layangan yang di beri teman, dan benang nya pun tidak cukup untuk mencapai layangan lawan ku.., anak – anak lain bersekolah, aku pun beli benang tidak bisa, bagaimana mau sekolah..” , teriak ku pada langit yang membisu. Hanya sinar – sinar lampu mobil yang memutih secepat cahaya, yang menjawab sepi, hanya suara air dari selokan yang sepi tidak mengalir yang menjawab. Aku pun bergulir menuju ujung sudut jalan, di seberang jalan aku lihat anak se umur ku sedang minum sebotol susu, putih seperti nya apa coklat aku tidak tahu, aku pun mendekat lebih dekat lagi, memandang botol susu yang di buang nya, aku berpikir, mungkin masih ada sedikit susu yang tersisa di botol itu, paling tidak, kalau tidak bisa, botol nya bisa kugunakan untuk buat mobil – mobil an. Aku mengecek nya dengan satu mata tertutup, ke arah lingkaran botol nya, masih ada.. susu nya masih ada nih. Lalu aku mengais nya dan meminum nya serasa aku habis membeli nya sendiri, aku menjilati susu yang tertumpah di jalan yang berdebu, seperti anjing kampung yang kehausan tidak minum 1 hari. Aku bersyukur masih bisa minum susu, walau hanya sedikit, dan itu pun sisa. Lalu aku mencoba menghapus kesedihan ku, dari buruk nya malam ini, dan memasukan botol nya ke tas lusuh ku yang kecil yang tergantung di sisi kiri tubuh ku. Aku berlari menuju, persimpangan jalan, menunggu lampu merah akan bergulir lebih lama, agar aku dapat konser lebih lama di panggung yang penontonnya ada di dalam mobil ini. Aku pun bernyanyi merdu, :aku anak jalanan, mencoba kuat melawan keras nya kehidupan. Itu lyric bagian reff nya, yang sangat merdu jika aku menyanyikannya, begitu rancu dan ironis sih lyric nya, tapi itu satu – satu nya lagu yang kuciptakan, agar mungkin kuping pendegar di mobil, mendegar suara ku dan memberi ku recehan – recehan. Malam ini hanya dapat 5 ribu rupiah padahal sudah 2 jam aku konser di lampu merah, aku pun beranjak terjaga dan lari ke warung dekat rumah dan membeli susu saset, yang harga nya begitu mahal, tidak sepadan dengan kantong ku. Aku beli 3 saset, satu untuk aku, satu untuk ibu, satu lagi untuk molly kucing ku. Sesampai rumah aku ingin buat susu, tapi minyak tanah habis, tinggal untuk besok menanak nasi hasil ibuku mengais di tempat sampah, jadi aku buat susu memakai air sumur, dingin, rasa susu nya pun hilang jadi rasa mentah bercampur lumut.

“bu ini susu, enak lho. Tadi aku beli sendiri, habis konser seperti biasa..”
Ibu tidak menjawab, hanya tersenyum manis seperti biasa nya, aku sudah biasa melihat ibu murung, karena mungkin dia khawatir, dia sedang sakit dan tidak bisa beli obat, dia hanya menggaruk – garuk kepala tidak ada ujung nya, seperti sangat gelisah dan kacau pikirannya. Realita ini begitu manis, kalau kita bisa merasakannya dengan hikmat, perjuangan ini tiada henti nya. Aku hanya lakukan ini, untuk ibu seorang. Semenjak ayah pergi dari rumah, tidak tahu kemana entah dia menjadi sopir truk, atau dia menjadi pelayan restoran aku tidak tahu. Tapi yang kutahu, hanya ibu yang terus menjaga ku, memberi ku nasi yang sudah jemek, memberi ku kasih sayang tanpa henti setiap hari nya. Aku hanya berharap, semoga mama senang meminum nya, dan gigi nya tidak akan pernah putus lagi, gigi ku juga, gigi teman – teman tidak, ayah yang tidak tahu kemana juga tidak, karena dengan gigi nya yang utuh, senyuman mereka menjadi terasa indah untuk hati ku, sebuah penenang gratis untuk ku.
“besok ketika aku sudah dewasa, aku ingin punya pabrik susu kadal, susu belalang, susu sapi juga tapi sudah terlalu klise, mending aku punya penghasil susu sendiri di tubuh ku yang tidak akan habis, pokoknya aku ingin minum susu setiap hari...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar