Kamis, 30 September 2010

Gelora penganggur & pelacur



Aku pun terjaga dari mimpi ku, sejenak ku berjalan dari atas kasur reok ku, membuka jendela kamar dan aku berharap, segala masalah dan hiruk pikuk kesibukan yang kulihat, kudengar, kurasakan hilang terbang bersama embun pagi, dan terbang bersama terang nya matahari. Kulihat dari jendela kamar, anak – anak kecil bercelana merah, baju kerah, bertopi dan dasi, berlarian menuju ke sekolah nya, mencoba untuk memperbaiki nasib nya, agar bisa sukses, paling tidak melebihi kedua orangtua nya yang menjadi budak yang tunduk pada atasannya. Apakah tidak ada pemandangan yang lebih baik dari ini?. Pedagang – pedagang sayur pun berjalan dan berteriak menawar kan barang jualannya yang tidak pasti segar nya “sayur bu, cabe 4000 aja bu.” Padahal kian waktu berjalan harga nya pun kian menaik terus, seperti jumlah pengangguran seperti ku yang terus menaik. Aku lah orang tanpa alamat, orang yang tidak punya masa depan, dan mencoba menjauh dari masa lalu ku yang sedikit suram. Aku memang sarjana, bahasa inggris ku lancar, aku pintar bersosialisasi, tapi kata orang aku tidak berguna, waktu hidup ku habis kan, menghisap bungkus – bungkus rokok, dan menyeruput kopi hitam di gelas, dan pergi malam untuk jalan – jalan. Padahal aku melakukan ini, memang aku suka. Aku tidak pernah berusaha untuk mencari pembenaran untuk menjawab makian yang halus dari teman – teman sebaya ku. Aku diam bukan berarti aku akan menggerakan kedua kaki ku, untuk mencari pekerjaan lain, dan langsung menunjukan bahwa aku bisa berkerja. Ya benar, aku bisa berkerja, tapi aku... tidak mau jadi budak ya?! Ingat itu. Bekerja untuk orang lain, paling tidak aku berguna untuk orang lain, ahhh muluk. Mending aku cari kerja yang memang aku mau, yang bisa aku lakukan, walau mungkin hasil kerja ku hanya bisa untuk membeli sebungkus rokok, dan beberapa saset kopi, tapi aku senang bisa melakukannya. Lalu di suatu senja, aku dan teman ku sedang berduaan di teras rumah ku, di bawah rintik gerimis yang menghujani genting rumah ku. “kenapa kamu mau berkerja menjadi budak pemuas nafsu tubuh laki – laki sih?, bukan hina nya yang aku mau tau, tapi kamu senang gak sih kerja itu?”, tanya ku pada nya, untuk memulai pembicaraan hangat, karena aku tidak tahu bagaimana lagi untuk memulai pembicaraan dengannya. Aku memang kaku, terutama dengan kaum hawa, seperti kaum hawa hanya pemuas kebutuhan adik kecil ku, dan kebutuhan ku mencari inspirasi menulis, ya aku penulis, yang kadang bercerita seribu bualan pada tulisan ku. Dan hasil tulisan ku itu, kuberikan pada teman ku, suka rela yang mau membeli, untung – untung aku punya 3 teman yang ketagihan membaca tulisan ku. Dan kadang aku memberikannya pada redaksi majalah kecil, agar dapat uang lebih, malah sempat aku ditawari berkerja sama dalam forum nya, tapi aku tolak. :ingat sekali lagi aku tidak mau jadi budak. Bintang bercahaya mengintip dari alas langit, bulan pun tertutup kelam nya awan yang hitam. Teman ku menjawab, “ya, begini deh. Mau gimana lagi ya?, aku gak tahu mau bekerja apa, aku tidak bodoh – bodoh amat, aku bisa sih cari kerjaan lain, tapi menganggur gak seru, kalau di rumah bantu ibu setiap hari berjualan ikan di pasar, seperti nya sangat membosankan, lalu ya aku mendaftar kerja di bar itu, awal nya aku hanya ingin menjadi waitress, tapi aku naik pangkat menjadi bar girl, lalu germo – germo bar menawar kan aku menjadi pelacur, bayaran nya pun lebih tinggi. Satu yang kusuka dari pekerjaan ini, aku bisa minum whiskey sepuas ku, itu kan enak? Ya kan?..” dia pun tertawa terbahak – bahak tanpa malu, menceritakan perjalanan hidup nya, yang berakhir pada titik tanpa titik, yang kita semua tidak akan tahu, kedepannya bagaimana. Tapi aku senang ketika melihat bibir nya berbicara, begitu gemulai nan elok, ketika dia menetes kan kata demi kata dari bibir nya, keanggunan itu menjadi hiburan tersendiri untuk mata ku, menyegar kan mata malam itu. Semakin larut nya malam, gerimis tak kunjung usai, “kamu gak pulang?” tanya ku pada nya. Seperti nya dia tidak berharap untuk aku melontar kan perkataan itu, aku tahu. Dari bahasa tubuh nya, dia seperti gelisah, kacau pikirannya, seperti nya ada sebuah kisah yang ingin dia bagikan di tempat yang lebih hangat di sofa ku. Dia pun tidak kunjung menjawab. “hmm, nonton film yuk. Aku ada film bagus, kupinjam dari teman kuliah ku dulu”, sebenar nya sudah berkali – kali aku menonton film ini, bersama 4 wanita lain pun pernah, memang suasana nya pas saja, untuk memuaskan diri sehabis kesibukan dunia ini terlewat, sehabis cahaya matahari tertidur, digantikan oleh bulan dan listrik yang menerangi kota, sehabis, kucing mengais makanan di tempat sampah, lalu berjalan anggun lagi menuju komplek lain. Apalah itu, aku tidak mengerti. Kami berdua, terbuai dalam suasana nyaman ini, kami berpelukan, kami meraba dalam penerangan minim, bermodal terang televisi, kami saling bertarung lidah dan bibir, tangah ku ada di pergelangan kaki kiri nya, dan yang satu lagi sedang meraba dada, berjalar ke belakang kepala nya. Dan aku segera tahu, tangan nya sudah menggerayangi “adik kecil ku” ini. Malam ini sungguh mempesona dan bergetar, rumah ku berasa dalam gempa yang siap meletuskan batu – batu api dan lahar panas nya, aku mendengar suara – suara mobil dan motor yang melewati jalan raya, kian serentak suara nya, dan kadang sepi tak bersuara. Lalu aku beranjak dari sofa, melepas kan tangan ku dari pelukan tubuh nya dan berkata, “tidak seharus nya seperti ini..” . dia menghiraukan nya dan langsung menarik ku lagi, 1 kecupan... 2 kecupan... 3 kecupan.. 1 lagi... yang terakhir sangat basah.. “sudah ah, kamu mau bir?” , tidak tahu kenapa aku mengurungkan niat ku, untuk menyetubuhi nya padahal kami berdua sudah setengah telanjang, 30 menit berlalu pemanas kami, dan selesai begitu saja, karena aku hanya ingin menawar kan bir. Sejenak, aku merasa sangat menyangi nya, dan tidak tega untuk menjalani lebih lanjut dari ini, aku memang mudah terikat, mudah jatuh cinta, jadi aku takut, aku tidak kuat nanti nya. Tapi rasa ini tidak seperti biasa nya, tidak seperti biasa nya aku mengurungkan niat ku, untuk menyetubuhi nya. Kalau kalian lihat wajah nya, dia begitu cantik hanya dengan menggunakan bra hitam itu, wajah nya kekanak – kanak an dengan rambut nya yang terurai, payudara nya tidak terlalu besar, namun senyum nya begitu ramah untuk dicintai, pantas saja, wanita – wanita di bar sering iri, karena orang – orang berperut tambun dan berkumis memilih nya untuk di ajak jalan – jalan dan bermain sedikit di hotel. Gelora sang penganggur dan pelacur, tidak jauh berbeda, hanya mencoba terus memperbaiki hidup nya, bedanya penganggur seperti aku senang untuk menganggur dan tidak mau tahu, untuk memperbaiki hidup nya, dan pelacur seperti dia tidak mau menganggur, karena takut mati kelaparan dan rela untuk di setubuhi oleh pria – pria tambun yang datang ke bar. Tapi aku dan dia sama, aku manusia.. dia juga, aku jatuh cinta.. dan dia juga.. “Aku dan dia jatuh cinta, ini bukan pertama kali nya aku jatuh cinta, tapi baru kali ini aku merasa terkejut, aku jatuh cinta..”

1 komentar:

  1. gila mo, gue suka banget cerita lo yang ini. tutur katanya pas gaklebih. i really like this storry for sure

    BalasHapus