Kamis, 05 Agustus 2010

Senyum Melati

Di loteng rumah ku, berserakan memori – memori ku dengan nya. Aku sedang asik melihat foto anak lelaki semata wayang yang ku miliki sedang di gendong dengan sangat lembut, yang sekarang sudah besar dan menjadi insinyur pertanian di salah satu kota di negara Kina.
Oh kekasih ku sangat rindu pada mu, hanya senyum mu yang buat diri ku kuat menjalani hari – hari ku yang penuh rintangan ini. Oh kekasih ku, burung pun akan bernyanyi gembira jika mereka lihat wajah mu. Sempat pupus kepercayaan ku oleh segala ketidak adilan ini, namun nafas mu bertending halus di kuping ku, serayak itu sebuah pahit yang harus kuterima dengan melapang kan dada. Mati sudah mekar bunga dalam hati ku ini, saat ku ingat kamu hati serasa ingin menyusul mu ke alam bidadari. Namun apa kamu sedang bersama bidadari di sana sayang?, apa di sana lebih indah tanpa ku?. Oh tuhan bantu lah kuat kan tubuh dan hati ku yang renta akan kesalah pahaman ini.
Sempat ku tak tahan diri, dan ku mengunci diri dalam hati yang sepi, di hati ku bertanya, “kapan aku mati?”.. aku sedang ingin bertemu dengan mu. Gema mu beralun alun, mengajak aku untuk menari dalam nada nada itu. Tapi ini sudah rencana dari si pembuat nasib, aku hanya bisa berkata “terimakasih atas pemberian mu, ini memang sudah jalan ku”..
Lalu aku mengingat lagi masa – masa awal perkenalan kita dulu, kita masih malu – malu. Aku ingat kamu duduk sedang pilu, sambil memerhatikan bunga anggrek di taman. Lalu aku sedang asyik sendiri dari kejauhan memerhatikan senyuman mu. Oh indah sekali dirimu, seperti bunga cosmos yang sudah siap di serap madu nya oleh lebah lebah itu. Aku mendekati mu, lalu aku berkenalan dengan mu. Kita saling menunduk tersipu malu, wajah kita sungguh – sungguh lucu. Aku jadi semakin rindu oleh kasih mu.
“Seharus nya aku tidak sendiri di sini sekarang, aku masih belum buta sayang.. seharus nya kamu masih disini bersama ku. Aku masih ingat kecupan hangat bibir mu yang membekas sekali di bibir ku. Aku ingat aku ingat sayang.. tapi malaikat sudah bilang ini lah tiba waktu mu.. lalu.. aku harus berbuat apa kalau begini?.. apa aku harus ikut juga?, tidak menunggu malaikat datang, tapi aku yang akan buat hati malaikat datang karena aku yang menunggu mereka.. Tidak! Kenapa aku harus buru- buru, kenapa aku tidak meyakini saja, bahwa suatu saat aku akan bersua lagi dengan dirimu? Ya! Aku harus begitu.”, ucap ku sendiri.
Setelah 1 windu aku di sini, aku mulai kuat hidup tanpa mu. Aku mulai bisa tersenyum lagi, lalu membuka hati atas kepergian mu. Tapi aku tidak akan pernah melepaskan janji kita dulu, ikatan kasih ini tidak akan terpisah selamanya karena ruang dan waktu.
Aku pergi ke rumah mu, datang lalu menghampiri mu di sana sendiri. Aku bawa bunga melati, dan air dalam kendi. Di sana ada kenangan yang indah dan pahit ikut menjenguk diri mu, di sana ada tembang melodi mengalun – alun ikut menjamah dirimu, di sana ada dirimu dalam tanah yang kering sedang tidur tanpa mimpi. Aku merasa kan kau sedang memeluk erat diri ku, saat bunga – bunga ini ku tabur kan di atas rumah mu, aku merasa kau sedang memarahi ku, saat ku sedang menangis sedih mengingat diri mu. Di sana kunang – kunang dan jangkrik ikut menari seakan sedang mengikuti denting melodi kelabu dari piano – piano berdebu. Oh aku tau, cinta yang setia itu memang akan selalu berakhir di tempat ini. Untuk sekali lagi aku memeluk tanah ini, dan mencium batu yang bertuliskan nama lengkap mu, Maria Melati Suyati.. Aku rindu diri mu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar